Kredit dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa aspek pendekatan berikut ini:
1. Menurut tujuan pemberian
2. Menurut penggunaan
3. Menurut jangka waktu kredit
4. Menurut bentuk jaminan
5. Menurut Status Hukum Debitur
6. Menurut segmen usaha
7. Menurut sifat pemakaian dana
8. Menurut sumber pembiayaan
9. Menurut golongan debitur
10. Menurut dasar kebijaksanaan
11. Kredit Non Cash (Non Cash Loan)
1. Menurut Tujuan
Berdasarkan tujuan penggunaan dana yang diperoleh kredit dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Kredit komersial, yaitu kredit yang diberikan untuk memperlancar kegiatan nasabah yang bidang usahanya adalah perdagangan (ditujukan untuk membiayai kebutuhan dunia usaha), baik dalam bentuk kredit revolving maupun kredit dalam bentuk nonrevolving. Contohnya adalah kredit untuk usaha pertokoan, kredit ekspor. Jenis kredit komersial misalnya :
- pinjaman rekening Koran (overdraft facility)
- pembiyaan giro mundur
- pinjaman aksep (demand loan)
- anjak piutang (factoring)
- pinjaman berjangka (term loan)
- bank garansi (bank guarantee)
1. Kredit konsumtif yaitu, yaitu kredit yang dipergunakan untuk pembelian barang tertentu bukan keperluan usaha (aktivitas produktif) melainkan untuk pemakaian (konsumsi) dan merupakan pinjaman yang bersifat nonrevolving. Jenis kredit konsumtif misalnya :
- Kredit pemilikan rumah
- Kredit pemilikan kendaraan
- Kartu kredit (credit card)
- Kredit konsumtif lainnya
1. Kredit Produktif, yaitu kredit yang diberikan dalam rangka memperlancar kegiatan produksi debitur. Kredit ini mencakup antara lain kredit untuk pembelian bahan baku dan pembayaran upah.
2. Menurut Penggunaan
3. Kredit Modal Kerja, yaitu kredit yang diberikan untuk tujuan komersial yaitu membuat perusahaan mampu menjalankan usahanya sekalipun arus kas masuk untuk sementara lebih kecil dari arus kas keluar. Besarnya kredit modal kerja dapat diketahui dengan menghitung selisih terbesar antara kewajiban lancar dengan aktiva lancar. Besar maksimum selisih tersebut menunjukkan jumlah dana yang harus didukung oleh perbankan.
4. Kredit Investasi, yaitu kredit yang diberikan kepada debitur agar dapat membeli barang-barang modal maupun jasa yang diperlukan dalam rangka rehabilitasi, moderniasi, ekspansi, relokasi, dan pendirian usaha baru.
5. Menurut Jangka Waktu Kredit
Berdasarkan jangka waktu pengembalian, kredit dapat dibedakan menjadi ;
1. Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang memiliki jangka waktu maksimum satu tahun. Biasanya kredit ini digunakan untuk kelancaran usaha, khususnya penyediaan dana untuk modal kerja.
2. Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang memiliki jangka waktu di atas satu tahun sampai dengan tiga tahun. Kredit ini umumnya digunakan untuk pembiayaan modal kerja perusahaan-perusahaan besar atau kredit investasi perusahaan-perusahaan kecil.
3. Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga tahun. Umumnya kredit jangka panjang digunakan untuk membiayai investasi. Makin besar investasinya, makin panjang jangka waktu pembayarannya. Dalam kasus-kasus khusus, yaitu untuk investasi yang mencapai ratusan miliar rupiah bahkan triliunan rupiah, jangka waktu kredit bisa mencapai puluhan tahun. Misalnya kredit untuk pembangunan hotel berbintang lima atau pabrik kimia raksasa yang investasinya mencapai lebih dari dua puluh tahun.
4. Menurut bentuk Jaminan
Berdasarkan waktu jaminan, kredit dapat dibedakan menjadi :
1. Kredit dengan jaminan, yaitu kredit yang diberikan karena adanya jaminan dari debitur, baik berupa harta yang bergerak maupun harta yang tidak bergerak. Namun kadang-kadang jaminan yang diberikan bukan barang atau asset financial, melainkan seseorang atau pribadi yang sangat dipercaya oleh bank. Jika terjadi sesuatu yang merugikan dengan kredit, maka orang tersebutlah yang dimintai pertanggungjawaban.
2. Kredit tanpa jaminan yaitu pemberian kredit dengan tidak berdasarkan barang jaminan. Kredit tanpa jamina biasanya diberikan kepada nasabah lama yang oleh pihak bank telah diketahui benar-benar memiliki reputasi baik dalam membayar angsuran pinjaman (sangat dikenal, teruji, dan dipercaya oleh pihak bank). Selain itu kredit jenis ini dikabulkan oleh bank jika prospek usaha debitur sangat baik dan terkait dengan reputasi debitur tersebut.
1. Menurut Status Hukum Debitur
Berdasarkan status badan hukum debitur, kredit dapat dibedakan menjadi :
1. Kredit bagi debitur korporasi, yaitu kredit yang diberikan kepada debitur berstatus badan hukum (corporate loans) dan dalam jumlah kredit berskala menengah/besar.
2. Kredit bagi debitur perorangan, yaitu kredit yang diberikan bagi debitur berstatus perorangan (personal loans) dan jumlah kredit berskala kecil.
3. Menurut Segmen Usaha
Berdasarkan segmen usaha debitur, kredit dapat dibedakan menjadi :
1. Kredit pertanian, yaitu kredit yang disalurkan kepada sektor usaha pertanian seperti peternakan dan perkebunan.
2. Kredit industri, yaitu kredit yang disalurkan kepada sektor industri, baik industri rumah tangga, industri kecil maupun industri besar, misalnya industri garmen, tempe, kerajinan tangan, farmasi, otomotif dan lain-lain.
3. Kredit jasa, yaitu kredit yang disalurkan kepada sektor jasa baik UKM maupun besar.
4. Kredit pertambangan yaitu kredit yang disalurkan kepada beraneka macam pertambangan.
5. Kredit perdagangan, restoran dan hotel yaitu kredit yang diberikan kepada usaha perdangan,hotel, dan restoran, misalnya kredit kepada eksportir dan atau importir beraneka barang.
6. Kredit koperasi yaitu kredit yang diberikan kepada jenis-jenis koperasi.
7. Kredit profesi yaitu kredit yang diberikan kepada beraneka macam profesi
8. Kredit konstruksi yaitu kredit yang diberikan pada usaha pembangunan dan perbaikan jalan, pasar, lapangan udara, dan lain-lain.
9. Menurut Sifat Pemakaian Dana
Berdasarkan sifat pemakaian dana, kredit dapat dibedakan menjadi:
1. Kredit Revolving, yaitu kredit yang dananya dapat ditarik berulang-ulang artinya kredit dapat ditarik sekaligus atau secara bertahap tergantung pada kebutuhan debitur.
2. Kredit Non-Revolving, yaitu dana yang ditarik sekaligus dan pelunasannya dilakukan secara bertahap maupun sekaligus.
3. Menurut Sumber Dana Pembiayaan
Berdasarkan sumber dana pembiayaan, kredit dapat dibedakan menjadi:
1. Kredit likuiditas, yaitu kredit yang sebagian sumber dana pembiayaannya diperoleh melalui Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI).
2. Kredit Pihak Ketiga, yaitu kredit yang sebagian sumber dana pembiayaannya diperoleh dari dana pihak ketiga (giro, tabungan, deposito)
3. Menurut Golongan debitur
4. Kredit kepada penduduk, adalah kredit yang diberikan kepada penduduk, warga negara atau perusahaan yang mempunyai status penduduk Indonesia.
5. Kredit bukan kepada penduduk, adalah kredit yang diberikan kepada bukan penduduk Indonesia tetapi kepada warga negara asing atau perusahaan yang berstatus perusahaan asing (PMA).
6. Menurut dasar kebijaksanaan
7. Kredit umum, adalah kredit-kredit yang diberikan oleh bank, lebih ditekankan pada untung rugi dan prinsip-prinsip bisnis yang berlaku atau dikenal dengan ketentuan bank teknis.
8. Kredit prioritas, adalah kredit yang penyalurannya berdasarkan prioritas yang disyaratkan oleh pemerintah, misalnya kredit untuk usaha skala kecil.
9. Kredit Non Cash (Non Cash Loan)
10. Bank Garansi (Bank Guarranty)
Bank garansi (bank guarranty) adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk surat yang diterbitkan oleh bank maupun lembaga keuangan non bank yang mengakibatkan kewajiban membayar kepada pihak yang menerima jaminan apabila pihak yang dijamin tidak memenuhi kewajiban/janji.
1. Letter of Credith (L/C)
Fasilitas letter of credith (L/C) diberikan kepada nasabah untuk memperlancar transaksi arus barang, terutama transaksi perdagangan internasional.
1. RENCANA KEBIJAKAN KREDIT
Rencana kebijakan kredit dimaksudkan sebagai penyusunan segenap komponen yang mengatur perihal perkreditan bank, baik prosedur, jumlah kredit, maupun jangka dan tingkat bunga kredit yang disusun dan dijadikan pedoman bank untuk melaksanakan penyaluran kredit kepada debitur .
Rencana kebijakan kredit yang telah disusun juga digunakan sebagai acuan dalam menilai seberapa besar nilai keberhasilan penyaluran kredit. Menurut Siswanto Sutojo (1997 : 224) kebijakan kredit bank yang komperehensif terdiri dari tiga bagian yaitu :
- kebijakan umum
- prosedur pemberian dan pengeluaran kredit
- pedoman khusus dalam menangani jenis kredit tertentu.
1. Kebijaksanaan Umum
Kebijakan umum kredit menyangkut: sasaran yang ingin dicapai, strategi pokok penyaluran kredit, daerah pemasaran, standar mutu kredit dan jaminan yang dikehendaki dan batas wewenang persetujuan/pemberian kredit.
1. Sasaran yang ingin dicapai
Beberapa contoh sasaran yang sering dicantumkan dalam kebijaksanaan kredit bank.
Pangsa pasar di seluruh daerah operasi dan di setiap sub daerah operasi.
Tingkat loans to deposit ratio
Pertumbuhan jumlah harta, volume kredit dan modal sendiri.
Tingkat keuntungan baik dalam jumlah mata uang maupun dalam satuan rasio profibilitas.
Daerah operasi bank tidak terbatas pada batas geografis negara. Oleh karena itu bank yang beroperasi di beberapa macam sasaran yang berbeda, sesuai dengan pertimbangan masing-masing negara di mana mereka beroperasi. Tingkat loans to deposit ratio yang ditetapkan juga berbeda-beda. Sebagai contoh di negara-negara tertentu bank ingin mencapai loans to deposit ratio sebesar 70% sedangkan karena berbagai macam pertimbangan khusus di negara yang lain mereka menginginkan loans to deposit ratio sebesar 60%.
1. Strategi pokok penyaluran kredit
Salah satu strategi pokok yang perlu dituangkan dalam kebijaksanaan umum kredit, adalah perpaduan kredit (credit mixed) yang diinginkan bank. Seperti halnya sasaran yang ingin dicapai, perpaduan kredit wajib diutarakan secara konkrit bilamana mungkin dikwantifisir.
Strategi pokok yang kedua yang tidak kalah pentingnya dibanding yang pertama adalah indikasi likuiditas keuangan yang ingin dipertahankan. Hal tersebut disebutkan karena likuiditas keuangan akan menentukan tingkat intensitas kegiatan penyaluran kredit, serta penentuan batasan waktu jangka waktu kredit yang akan disalurkan.
1. Daerah Pemasaran
Luas daerah pemasaran yang dilayani bank akan tergantung dari berbagai macam faktor antara lain, jumlah dana yang dapat dikuasai, faktor persaingan, jumlah permintaan kredit dari masing-masing daerah dan sejauh mana kemampuan bank memonitor debitur yang jauh letaknya dari kantor pusat atau kantor cabang.
1. Standar Mutu Kredit dan Jaminan
Untuk memudahkan pelaksanaan analisa permintaan kredit yang diajukan serta meminimalisir resiko kredit di dalam kebijaksanaan umum perlu dimasukkan standar mutu kredit. Jumlah permintaan kredit yang diterima bank, seringkali tidak sedikit. Padahal jumlah kredit yang dapat memenuhi syarat untuk dipenuhi, biasanya hanya sedikit. Oleh karena itu untuk menghemat waktu petugas bank yang menanganinya, syarat-syarat umum dapat dipenuhi debitur agar permintaan kreditnya dapat dipertimbangkan.
1. Batas Wewenang Memberikan Persetujuan Kredit
Kebijaksanaan umum wajib menentukan batas jumlah kredit yang dapat disetujui oleh tiap jenjang pejabat yang diberi wewenang mengabulkan permintaan kredit.
Sebagian besar bank menentukan pemberian kredit di atas jumlah tertentu memerlukan rekomendasi atau persetujuan komite kredit. Batas jumlah kredit yang dapat disetujui untuk kredit berjaminan, biasanya lebih besar dibandingkan dengan kredit yang sepadan tetapi diberikan tanpa jaminan.
1. Prosedur Pemberian dan Pengawasan
Kebijakan kredit juga berisikan tentang prosedur pemberian dan pengawasan kredit yang wajib dipenuhi baik oleh bank maupun oleh debitur. Secara garis besar prosedur pemberian kredit menyangkut tiga permasalahan :
1. Standar dokumentasi kredit
2. Perlindungan melalui program asuransi
3. Pengawasan kredit
4. Pedoman Khusus Penanganan Kredit Tertentu
Cara penanganan kredit yang disalurkan ke sektor ekonomi yang berbeda seringkali tidak sama, karena tiap sektor ekonomi mempunyai kondisi khusus yang tidak sama dengan sektor ekonomi yang lain. Kredit sektor perkebunan misalnya mempunyai kondisi khusus yang berbeda dengan kredit industri manufaktur, perdagangan maupun perikanan. Oleh karena itu cara penanganan kredit sektor perkebunan tidak seluruhnya sama dengan cara penanganan kredit industri manufaktur.
Hal yang sama berlaku dalam penanganan kredit yang dipergunakan untuk tujuan yang berbeda. Cara menangani kredit pemberian rumah misalnya, tidak akan sama dengan penanganan kredit untuk pembelian bahan baku pabrik.
Dalam kebijaksanaan kredit di samping kebijaksanaan umum, pedoman khusus dalam menangani kredit untuk masing-masing sektor ekonimi dan penggunaan tersebut di atas perlu diberikan secara formal dan tertulis.
1. ANALISA PERMOHONAN KREDIT
Berdasarkan perdekatan teknis, antara bank yang satu bisa berbeda dengan bank yang lainnya dalam hal menganalisis permohonan kredit calon debitur, namun hakekatnya dasar dan tujuan analisis sama di antara bank-bank tersebut
Pada umumnya langkah yang dilakukan bank sampai dengan menganalisis permohonan kredit meliputi :
1. Permohonan kredit
Tahap pertama dalam proses pemberian kredit adalah pengajuan permohonan kredit oleh calon debitur. Permohonan ini bisa diajukan secara tertulis tetapi dalam prakteknya lebih banyak dilakukan secara lisan. Pada tahapan ini bank (account officer) berkenalan dengan calon debitur, terutama apabila calon debitur tersebut bukan merupakan nasabah bank.
Pada kontak awal ini masing-masing pihak saling berkenalan. Calon debitur mengemukakan maksudnya secara sekilas. Apabila calon debitur sama sekali baru bagi bank, ia menceritakan secara singkat usahanya (apabila ia seorang pengusaha) atau tentang pekerjaannya (apabila ia seorang karyawan). Pada saat itu juga calon debitur mengajukan jumlah kredit yang ia ingin peroleh dari bank serta tujuannya. Bisa juga terjadi calon debitur menyerahkan fotocopi surat jaminan yang akan dimasukkan ke bank seperti sertifikat tanah, BPKP, dan lain-lain.
1. Aspek-aspek Yang Dipertimbangkan Dalam Pemberian Kredit
2. Pengumpulan Data dan Pengamatan Jaminan
Apabila permohonan kredit dinilai layak maka pihak bank dalam hal ini petugas Account Officer (AO) akan mengadakan pengumpulan data lapangan baik menyangkut data pribadi maupun reputasi dan hal-hal lain yang berhubungan dengan bisnis calon debitur antara lain :
Identitas calon debitur
Bidang usaha, lokasi dan lama usaha
Daftar supplier (seperti nama dan alamat) untuk usaha tersebut dan sistem pembelian apakah pembelian dilakukan secara tunai (cash) atau secara kredit. Apabila pembelian dilakukan dilakukan dengan sistem kredit, bagaimana kebijakan kredit yang diterapkan (sistem pembayarannya).
Daftar langganan (seperti nama dan alamat) serta sistem penjualan yang diterapkan calon debitur, apakah penjualan secara tunai atau dilakukan secara kredit. Apabila secara kredit bagaimana sistem pembayarannya.
Data keuangan seperti omzet, laba, dan lain-lain. Apabila ada, AO akan meminta laporan keuangan calon debitur (baik yang telah diaudit maupun yang belum) meliputi laporan rugi laba dan neraca untuk memperoleh gambaran mengenai struktur keuangan calon debitur.
Apabila ada, AO juga akan meminta fotokopi rekening koran beberapa bulan terakhir. Apabila calon debitur memiliki fasilitas kredit di bank lain, ia juga akan mencari tahu tentang kondisi kredit tersebut seperti jenis kredit, jumlah fasilitas, suku bunga, dan kondisi lainnya.
Untuk badan hukum (PT, CV) juga dikumpulkan data mengenai manajemen perusahaan selain akte pendirian perusahaan dan perubahan-perubahannya.
Apabila usaha yang akan dibiayai adalah usaha baru, AO perlu mengetahui rencana-rencana kerja calon debitur untuk usaha barunya seperti manajemen, rencana pemasarannya, rencana produksi dan lain-lain.
Untuk calon debitur yang merupakan karyawan murni tentu saja data yang dikumpulkan tidak akan sekompleks yang diuraikan di atas, biasanya untuk karyawan data yang dikumpulkan adalah:
1. Nama perusahaan tempat ia bekerja, lamanya ia bergabung dengan perusahaan tersebut, serta jabatan calon debitur. Seringkali calon debitur diminta daftar riwayat pekerjaannya.
2. Besarnya penghasilan per bulan yang biasanya dibuktikan dengan surat keterangan gaji.
3. Sumber dan jumlah penghasilan tambahan apabila ada.
4. Jumlah tanggungan seperti jumlah anak.
5. AO juga perlu mengetahui apakah karyawan tersebut memiliki kredit yang lain. Hal ini perlu diketahui karena pada umumnya kredit yang diminta karyawan adalah kredit konsumsi (seperti KPR) sehingga jika ia memiliki kredit di tempat lain (yang dilakukan secara cicilan), hal tersebut langsung mempengaruhi kemampuan mengangsur kredit.
6. Analisis Kredit
Tahap yang paling menentukan dalam analisis dan pengambilan keputusan pemberian kredit adalah penentuan layak atau tidak permohonan kredit calon debitur. Di sisi pihak bank, khususnya AO dituntut objektif dan konsisten atas hasil analisa dengan berpegang pada prinsip-prinsip kelayakan kredit.
Dalam dunia perbankan prinsip analisis kredit dikenal dengan konsep 5C; yaitu :
1. Character (watak)
AO harus mencari tahu sifat-sifat dari calon debitur. Hal ini terutama berhubungan dengan kemauan dari calon debitur untuk melakukan kewajiban-kewajibannya. Bank selalu ingin kredit yang diberikannya dapat kembali (dilunasi) pada waktunya. Bank akan berusaha memberi kredit hanya kepada debitur yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap persetujuan yang dibuat. Analisis ini lebih cenderung merupakan analisa kualitatif yang tidak terbaca dengan angka-angka yang disajikan. Tanpa itikad yang baik dari debitur lebih baik kredit tidak diberikan.
Untuk memperoleh informasi tersebut seorang AO dapat melakukannya dengan mencari informasi melalui:
Sesama account officer baik dari bank yang sama maupun bank yang berbeda. Seringkali nasabah bercerita tentang pihak lain yang berhubungan kepada AO yang memegang account-nya .
Nasabah bank yang memiliki bidang usaha yang sama dengan calon debitur. Misalnya sama-sama pedagang mobil bekas, perusahaan tekstil dan lain-lain.
Supplier atau mitra dagang dari pemohon. Dengan mencari informasi dari supplier AO dapat mengetahui sistem pembelian yang diperoleh pemohon dan ketetapan membayar dari calon debitur. Dengan demikian AO dapat mengetahui sejauh mana calon debitur mampu memenuhi kewajibannya.
1. Capacity (kapasitas)
Pada analisa ini bank berusaha mengetahui kemampuan manajemen mengoperasikan perusahaannya sehingga dapat memenuhi kewajibannya terhadap bank secara rutin dan pada saat jatuh tempo. Kapasitas ini menunjukkan kemampuan riil dari perusahaan untuk merealisasikan rencana yang telah dibuatnya. Sebagian aspek ini dapat dibaca dari laporan keuangan yang disediakan perusahaan seperti kondisi likuiditas (kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan jangka pendek maupun solvabilitas atau kebutuhan jangka panjang yang jatuh tempo), rentabilitas (kemampuan perusahaan untuk mencapai laba dari hasil operasinya), dan aspek keuangan lain yang merupakan refleksi kemampuan manajemen. Di samping angka-angka, aspek kapasitas ini juga harus dianalisis secara kualitatif, yaitu kemampuan manajemen meliputi umur, pengalaman di bidangnya, dan pendidikan. Untuk mengukur kemampuan ini maka sering kali AO meminta daftar riwayat hidup dari calon debitur atau manajemennya apabila calon debitur adalah perusahaan.
1. Capital (modal)
Analisis aspek capital ini meliputi struktur modal yang disetor, cadangan-cadangan dan laba yang ditahan dalam struktur keuangan perusahaan. Besarnya modal sendiri ini menunjukkan tingkat resiko yang ikut dipikul oleh debitur dalam pembiayaan suatu proyek.
1. Condition (kondisi)
Analisis terhadap aspek ini meliputi analisis terhadap variabel ekonomi makro yang melingkupi perusahaan baik variabel regional, nasional, maupun internasional. Variabel yang diperhatikan terutama adalah variabel ekonomi (walaupun tidak terlepas juga bank perlu memperhatikan variabel lainnya seperti kondisi politik, perundang-undangan, dan lain-lain)
1. Collateral (jaminan)
Penilaian ini meliputi penilaian terhadap jaminan yang diberikan debitur sebagai pengaman kredit yang diberikan bank. Penilaian tersebut meliputi kecenderungan nilai jaminan di masa depan dan tingkat kemudahan mengkonversikannya menjadi uang tunai (marketability).
Selain konsep/prinsip 5C tersebut di atas dalam prakteknya bank juga seringkali menetapkan dasar penilaian lain yang sering disebut dengan prinsip 7P dan prinsip 3R; yaitu:
1. Personality
Bank mencari data tentang kepribadian calon debitur seperti riwayat hidupnya (kelahiran, pendidikan, pengalaman, usaha/pekerjaan, dan sebagainya), hobi, keadaan keluarga (istri, anak), social standing (pergaulan dalam masyarakat serta bagaimana pendapat masyarakat tentang diri si peminjam), serta hal-hal lain yang erat hubungannya dengan kepribadian si peminjam.
1. Purpose
Mencari data tentang tujuan atau keperluan penggunaan kredit. Apakah akan digunakannya untuk berdagang, atau untuk membeli rumah atauuntuk tujuan lainnya. Selain itu apakah tujuan penggunaan kredit itu sesuai dengan line of business kredit yang bersangkutan. Misalnya, tujuan atau keperluan kredit untuk perkapalan sedangkan line of business bank dalam bidang pertanian.
1. Prospect
Yang dimaksud dengan prospect adalah harapan masa depan dari bidang usaha atau kegiatan usaha si peminjam. ini dapat diketahui dari perkembangan usaha peminjam selama beberapa bulan/tahun, perkembangan keadaan ekonomi perdagangan, keaadaan ekonomi/perdagangan sektor usaha si peminjam, kekuatan keuangan perusahaan yang dibuat dari earning power (kekuatan pendapatan/keuntungan) masa lalu dan perkiraan masa mendatang.
1. Payment
Mengetahui bagaimana perkiraan pembayaran kembali pinjaman yang akan diberikan. Hal ini dapat diperoleh dari perhitungan tentang prospek, kelancaran penjualan dan pendapatan sehingga dapat diperkirakan kemampuan pengembalian pinjaman ditinjau dari waktu serta jumlah pengambilannya.
1. Profitability
Menilai berapa tingkat keuntungan yang akan diraih calon debitur, bagaimana polanya, apakah makin lama makin besar atau sebaliknya.
1. protection
Menilai bagaimana calon debitur melindungi usaha dan mendapatkan perlindungan usaha. Apakah dalam bentuk jaminan barang, orang atau asuransi.
1. Parti
Bertujuan mengklasifikasi calon debitur berdasarkan modal, loyalitas, dan karakternya. Pengklasifikasian ini akan menentukan perlakuan bank dalam hal pemberian fasilitas.
Tujuh unsur dalam konsep 7P sebenarnya mempunyai kesamaan dengan lima unsur dalam 5C. Misalnya unsur kepribadian memiliki kesamaan dengan unsur karakter. Sedangkan unsur tujuan, prospek, dan pembayaran dapat memperjelas unsur kapasitas dalam konsep 5C. Unsur perlindungan dalam 7P mungkin dapat disamakan dengan kollateral dalam konsep 5C.
Prinsip 3R
Tiga komponen dalam prinsip 3R adalah:
1. Tingkat pengembalian usaha (return)
2. Kemampuan membayar kembali (repayment)
3. Kemampuan menanggung resiko (risk bearing ability)
Unsur-unsur yang dibahas dalam konsep 3R sebenarnya telah dibahas dalam analisis aspek-aspek yang harus dipertimbangkan dalam pemberian kredit. Hanya saja konsep 3R memberi penekanan kepada aspek finansial dari analisis kredit.
1. Pengawasan Kredit
Pengawasan kredit merupakan proses penilaian dan pemantauan kredit sejak analisis, bukanlah aktivitas untuk mencari kesalahan/penyimpangan debitur khususnya dalam menggunakan kredit. Melainkan upaya menjaga agar apa yang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan rencana kredit. Selain itu bahwa proses pengawasan kredit telah dimulai sejak dini (saat penilaian jaminan).
Menurut Muchadarsyah Sinungan (1993 : 263), pengamanan kredit merupakan suatu mata rantai kegiatan bank. Langkah pengamanan ini dimulai sejak bank merencanakan untuk memberikan kredit. Dalam menyusun rencana dengan sekaligus perhitungan plafon, bank telah memperhitungkan berbagai segi yang dapat dijangkau oleh kemampuan operasional. Mengatur alokasi kredit ke arah sektor-sektor yang bervariasi, diberikan kepada nasabah-nasabah mana serta dengan jumlah plafond berapa dan sebagainya, merupakan langkah-langkah untuk menjaga keamanan kredit. Dengan demikian pengawasan kredit menurut tujuannya dapat dibedakan menjadi:
1. Preventif Control
Merupakan pengawasan kredit yang dilakukan sebelum pencairan kredit dengan bertujuan untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyimpangan penggunaan kredit.
1. Refresif Control
Merupakan pengawasan kredit yang dilakukan setelah pencairan dan saat penggunaan kredit dengan tujuan untuk mengatasi setiap penyimpangan yang terjadi.
Tujuan Pengawasan Kredit
Secara rinci tujuan atau sasaran pengawasan kredit dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Agar penjagaan dan pengawasan dalam pengelolaan kekayaan bank di bidang perkreditan dapat dilakukan dengan baik, untuk menghindarkan penyelewengan baik dari intern maupun ekstern bank.
2. Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran data administrasi di bidang perkreditan serta penyusunan dokumentasi perkreditan yang lebih baik.
3. Untuk memajukan efisensi di dalam pengelolaan dan tata laksana usaha di bidang perkreditan dan mendorong tercapainya rencana yang telah ditetapkan.
4. Untuk menilai tingkat kepatuhan terhadap aturan yang telah ditetapkan dan penggarisan dalam manual perkreditan dalam pencapaian sasaran.
Sarana Pengawasan Kredit
Sarana pengawasan dalam perkreditan adalah sama dengan sarana administrasi perkreditan namun ditinjau dari sudut pandang yang berbeda. Sarana pengawasan yang mempunyai tingkatan yang tertinggi adalah perundang-undangan yang mengatur perbankan dan kegiatan perdagangan pada umumnya dan yang khususnya mengatur perkreditan.
Tingkatan berikutnya Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Pemerintah Daerah dan terakhir Keputusan Manajemen Bank. Agar ketentuan-ketentuan di atas dapat berjalan dengan baik maka perlu dituangkan dalam bentuk sarana pengawasan sebagai berikut :
Hardware (perangkat keras), meliputi berbagai bentuk formulir standar, berbagai alat tulis kantor, alat deteksi dokumen palsu, mesin-mesin tik, mesin hitung, computer, filling cabinet, alat komunikasi, alat transportasi dan lain sebagainya.
Tenaga kerja yang merupakan sumber daya manusia, sebagai tenaga pelaksana dan staf, agar perangkat-perangkat keras tersebut dapat berfungsi dengan baik sebagai operator atau sebagai pengelolanya.
Software (perangkat lunak), agar perangkat keras dan tenaga kerja tersebut dapat berfungsi dengan baik dan terarah, maka perlu ada kumpulan, aturan main yang disusun secara sistematis yang berlaku dalam organisasi bank maupun yang berlaku secara khusus dalam bidang perkreditan.
Perangkat lunak yang diperlukan sebagai pengawasan antara lain meliputi buku pedoman kerja (manual perkreditan) yang disusun secara lengkap, sistematis dan up to date karena akan dipakai sebagai tolok ukur dalam pelaksanaan kerja sehari-hari. Bila ada ketentuan atau kebijakan yang khusus secepat mungkin diimplementasikan, dapat juga dituangkan dalam bentuk surat edaran, untuk penyempurnaan buku manual perkreditan.